Harapan Kami Situs Ini bisa memberikan fasilitator arahan Rohani yang baik untuk menjadikan kita sebagai manusia yang diridhoi Alla SWT,. Amien.

Sholat



Cara Sholat Sesuai Rasululloh Saw





Segala puji bagi ALLAH, Tuhan semesta alam, Yang Maha Suci lagi Maha Agung. Hanya kepada-NYA kita menyembah dan kepada-NYA pula kita memohon belas kasihan. Salam dan shalawat senantiasa kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam, Nabi kita sebaik-baik manusia sebagai pemimpin.
Berbagai macam ragam cara shalat yang diajarkan oleh para ulama, kyai, dai, ustadz dan muallim. Namun masih saja banyak perbedaan satu dengan lainnya. Bahkan perbedaan itu membawa perselisihan umat. Padahal sumber utama yang mengajarkan shalat itu hanya satu orang, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Jadi seharusnya yang menjadi panutan itu adalah  Rasulullah, bukannya ulama/kyai/ustadz/dai. Jadi marilah kita bersatu dalam sunnah Rasul.
Insya ALLAH, presentasi ini menjelaskan tata cara setiap gerakan zahir dalam shalat sesuai sunnah yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Semoga dengan shalat yang benar maka ALLAH akan membuka hijab tabir antara kita dengan-NYA, sehingga segala doa yang terpanjat akan sampai ke hadapan ALLAH Penguasa Langit dan Bumi, dan DIA berkenan mengabulkan doa kita karena DIA Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Tata Cara Shalat menurut sunnah Rasul


Urutan gerakan zahir dalam shalat:

  1. Niat, berdiri
  2. Takbiratul ihram
  3. bersedekap
  4. Membaca iftitah
  5. Membaca taawudz dan fatihah
  6. Membaca surah/ayat Quran
  7. Ruku’
  8. I’tidal
  9. Sujud ke-1
  10. Duduk dua sujud
  11. Sujud ke-2
  12. Duduk istirahat sebelum bangkit berdiri
  13. Melanjutkan ke rakaat berikutnya (dimulai dari membaca fatihah hingga sujud ke-2)
  14. Duduk tahiyat awwal dan membaca doa
  15. Duduk tahiyat akhir dan membaca doa
  16. Mengucapkan salam

  1. Berniat untuk mengerjakan shalat fardhu/sunat, kemudian berdiri tegak menghadap kiblat.
    Niat cukup dalam hati saja, jangan mengucap “ushalli” karena hal itu tidak ada dalam sunnah Rasul. Pandangan mata hanya diarahkan ke tempat sujud agar dapat shalat dengan khusyu’.

Rasulullah SAW bersabda: Pekerjaan-pekerjaan itu tidak lain hanyalah dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang itu akan mendapatkan apa yang diniatkannya. [Bukhari & Muslim]
An Nawawi mengatakan didalam Raudhatu ‘th Thalibin Al Maktab Al Islami, bahwa niat adalah maksud (keinginan). Orang shalat hendaklah menghadirkan didalam ingatannya akan shalat itu sendiri beserta kewajiban-kewajiban (rukun) dalam shalat. Kemudian memaksudkan pengetahuan dan ingatan itu secara sengaja dan menghubungkannya dengan awal takbir. Kemudian mereka berpendapat bahwa niat itu sudah cukup dalam hati saja.
Lafadz “ushalli…” tidak ada satupun dalil yang mengajarkannya, tidak pernah Rasulullah memulai shalatnya dengan mengucap sebarang kata, selain takbir.
Oleh karena itu, ucapan “ushalli…” dimasukkan sebagai perkara bid’ah, karena termasuk menambah-nambah sesuatu yang baru dalam perkara agama. Dan bid’ah adalah kesesatan, dan kesesatan berarti neraka.
Janganlah kita mengikutinya, cukuplah kita berniat dalam hati saja. Kita mungkin menganggap mengucap “ushalli” itu ringan, namun kita tidak tahu kebencian ALLAH terhadap orang yang menambah-nambah urusan agama-NYA.

Apakah sukar shalat tanpa ushalli??? Jika tidak sukar, maka tinggalkan saja.
  1. Takbiratul ihram dengan cara mengangkat kedua tangan setinggi bahu/pundak secara bersamaan sambil membaca takbir “ALLAHU AKBAR” 
          dimana jari-jari tangan dirapatkan dan telapak tangan diarahkan ke kiblat

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Aku melihat Rasulullah SAW mengangkat kedua tangan hingga sejajar pundak ketika memulai salat, sebelum rukuk dan ketika bangun dari rukuk. Beliau tidak mengangkatnya di antara dua sujud.  [Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmed bin Hanbal, Malik & Ad Darami]

Dari Salim bin Abdullah bin Umar, katanya: Apabila Rasulullah SAW berdiri hendak shalat, maka diangkatnya kedua tangannya hingga setentang dengan kedua bahunya sambil membaca takbir. Apabila beliau hendak ruku’ dilakukannya pula seperti itu, begitu pula ketika bangkit dari ruku’. Tetapi beliau tidak melakukannya ketika mengangkat kepala dari sujud. [Muslim]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memulai shalat dengan kata-kata “Allahu akbar” (ALLAH Maha Besar). [Muslim & Ibnu Majah]

Rasulullah mengeraskan suaranya dengan takbir sehingga terdengar oleh orang-orang yang berada di belakangnya. [Ahmad & Hakim, dishahihkan olehnya dan disepakati oleh Adz Dzahabi]
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya tidak lah sempurna shalat salah seorang diantara manusia, sehingga ia berwudu dan meletakkan wudhu pada tempatnya, lalu berkata “Allahu Akbar”. [Thabrani, dengan isnad yang shahih]
Rasulullah SAW bersabda: Kunci shalat itu adalah suci, pembukanya adalah takbir dan penutupnya adalah salam. [Abu Dawud, Tirmizi dan dishahihkan olehnya dan disepakati oleh Adz Dzahabi]
Diriwayatkan bahwa: Beliau SAW mengangkat keduatangannya sambil meluruskan jari-jemarinya, tidak merenggangkannya dan tidak pula menggenggamnya. [Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah, Tamam, Al Hakim dan disahihkan olehnya dan disepakati oleh Adz Dzahabi]
 3.  Setelah bertakbiratul ihram kemudian meletakkan tangan di dada dengan telapak tangan kanan      
     diatas punggung tangan kiri (sedekap).
Dari Ibnu Umar bin Khattab katanya: Ketika kami sedang shalat bersama-sama Rasulullah SAW, tiba-tiba ada seorang laki-laki dalam jamaah membaca:
“ALLAH maha besar sebesar-besarnya, pujian yang tak terhenti bagi ALLAH, maha suci ALLAH sepanjang pagi dan petang”

Dari Wa’il bin Hujr  katanya dia melihat Nabi SAW mengangkat kedua tangan pada permulaan shalat setentang dengan kedua telinganya sambil membaca takbir. Kemudian dilipatkannya bajunya lalu diletakkannya tangan kanan diatas tangan kiri. Ketika beliau hendak ruku’ dikeluarkannya kedua tangannya dari lipatan bajunya, kemudian diangkatnya sambil membaca takbir, lalu beliau ruku’. Ketika beliau membaca “sami’Allahu liman hamidah” diangkatnya pula kedua tangannya. Ketika sujud, beliau sujud antara kedua telapak tangannya. [Muslim]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: Sesungguhnya kami sekalian para Nabi telah diperintahkan untuk menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan makan sahur, dan untuk meletakkan tangan-tangan kanan kami di atas tangan-tangan kiri kami pada waktu shalat. [Ibnu Hibban dan Adh Dhiya, dengan sanad yang shahih]
Beliau melarang untuk meletakkan tangan di atas lambung (perut) di dalam shalat. [Bukhari & Muslim]

4.
4.      Setelah bersedekap kemudian Membaca Doa Iftitah.
Ada banyak bacaan iftitah yang diajarkan oleh Rasulullah, boleh memilih salah satunya saja, atau menggabungkannya (jika shalat sendirian/sunat).

Maka bertanya Rasulullah SAW: Siapa yang membaca kalimat itu tadi? Jawab laki-laki itu: Saya, wahai Rasulullah! Sabda Rasulullah SAW: Aku kagum dengan kalimat itu, karenanya dibukakan segala pintu langit.
Kata Ibnu Umar: Aku tidak pernah lupa membacanya sejak kudengar Rasulullah SAW membacanya.
[HR. Muslim]
5. Setelah membaca doa Iftitah kemudian membaca ta’awudz (berlindung daripada syetan) kemudian melanjutkannya dengan membaca Surah Al Fatihah.


“Aku berlindung kepada ALLAH dari setan yang terkutuk, dari kesombongannya dan sihirnya serta godaannya.” [Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Baihaqi]
------
Dari Ubadah bin Shamit ra: Bahwa Nabi SAW bersabda: “Tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca surat Al Fatihah.” [Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmed & Ad Darami]
6. Setelah membaca Surah Al Fatihah kemudian Membaca salah satu Ayat atau Surah dari Al Qur’an


Dari Abu Hurairah katanya Rasulullah SAW bersabda : “Tidak sempurna shalat, melainkan dengan membaca bacaan (ayat).” kata Abu Hurairah, “Karena itu apa yang dibacanya (Nabi SAW) nyaring, kami baca pula nyaring kepadamu. Dan apa yang dibacanya perlahan, kami baca pula perlahan kepadamu.”
[HR. Muslim]
Dari Atha’ katanya Abu Hurairah berujar: “Dalam setiap shalat Rasulullah SAW selalu membaca bacaan (ayat). Karena itu bacaan yang dinyaringkannya kepada kami, kami nyaringkan pula, dan bacaan yang perlahan-lahan dibacanya kami perlahankan pula kepadamu.”
Lalu seorang laki-laki bertanya, “Bagaimana kalau tidak kutambah lagi bacaanku selain membaca Al Fatihah?”
Jawabnya (Abu Hurairah), “Jika anda tambah lebih baik, jika tidak maka Al Fatihah sudah cukup.
[HR. Muslim]

7. Telah selesai membaca ayat kemudian bertakbir sambil mengangkat kedua
    tangan seperti ketika bertakbiratul ihram dengan membaca kalimat takbir    
     “ALLAHU AKBAR”


Hadis tentang takbir ruku adalah hadis shahih muttafaq ‘alaih, sehingga seluruh Mazhab 

dan ia harus mengulang shalatnya.

mengganggapnya termasuk rukun shalat, jika terlupa membacanya, maka membatalkan shalatnya,

Dari Abu Qilaabah, bahwa ia melihat Malik bin Huwairits ketika ia shalat,
ia bertakbir lalu mengangkat 
kedua tangannya. Ketika ingin rukuk, ia mengangkat kedua tangannya. 
Ketika mengangkat kepala 
dari rukuk, ia mengangkat kedua tangannya. Ia (Malik) bercerita bahwa Rasulullah SAW dahulu 
berbuat seperti itu.

[HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmed bin Hanbal & Ad Darami]

    1. Maha Suci Tuhan yang Maha Agung
    8
  1.  
  1. Setelah selesai membaca takbir, kemudian RUKUK dengan cara
       membungkukkan badan dengan posisi tangan diletakkan di atas lutut, dan
       punggung rata atau lurus, kemudian membaca tasbih RUKUK sebanyak 3        
       kali.

Dari ‘Aisyah katanya : “Rasulullah SAW memulai salat beliau dengan takbir. Sesudah itu
beliau baca surat Al Fatihah. Apabila beliau Ruku’ kepalanya tidak mendongak dan tidak
pula menunduk, tetapi pertengahan (sehingga kepala beliau kelihatan rata dengan
punggung). Apabila beliau bangkit dari Ruku’ beliau tidak sujud sebelum beliau berdiri
lurus terlebih dahulu. Apabila beliau mengangkat kepala dari sujud (pertama), beliau
tidak sujud (kedua) sebelum duduknya antara dua sujud itu tepat benar (sempurna) lebih
dahulu. Tiap-tiap selesai dua rakaat, beliau membaca tahiyat sambil duduk menghimpit
kaki kiri dan menegakkan kaki kanan. Beliau melarang duduk seperti cara setan duduk
atau seperti binatang buas duduk. Dan beliau menyudahi salat dengan membaca salam.”
[Muslim]


Mush’ab bin Saad berkata: Aku salat di samping ayahku (yaitu Saad bin Abu Waqash).
Aku biarkan tanganku (terlepas) di depan lututku. Lalu ayah berkata: Tempelkan kedua
telapak tanganmu di kedua lututmu. Kemudian aku melakukan hal itu sekali lagi. Ayah
memukul tanganku seraya berkata: Kita dilarang melakukan itu (melepas tangan saat
rukuk). Kita diperintah untuk menempelkan tangan kita pada lutut saat rukuk. [Bukhari,
Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal & Ad Darami]

Dari Hudzaifah katanya ia melihat Rasulullah SAW rukuk dengan mengucapkan:



“Maha Suci Tuhan yang Maha Agung.” Tiga kali.
------
Rasulullah SAW bersabda: Apabila salah seorang dari kamu mengucapkan “Subhana
rabii al adzim” tiga kali, maka telah sempurna rukuknya.  [Tirmizi, Abu Dawud, Nasai &
Ibnu Majah]
9.9. Setelah membungkuk ruku, kemudian bangkit berdiri tegak sambil mengangkat kedua
 tangan sambil membaca takbir IKTIDAL

Maha Mendengar ALLAH kepada yang memujinya
Setelah itu diam sekejap sambil meluruskan kedua tangan kemudian membaca tasbih IKTIDAL


puji Ya Tuhan, bagi-Mu segala
Dari Abu Hurairah ra: Bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya imam itu untuk

diikuti. Karena itu, maka janganlah kalian menyalahinya. Apabila ia bertakbir, maka
bertakbirlah kalian. Bila ia rukuk, maka rukuklah kalian. Bila ia membaca “sami’allahu
liman hamidah”, maka bacalah “Allahumma rabbanaa lakal hamdu”. Bila ia sujud,
maka sujudlah kalian. Dan bila ia shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian sambil
duduk.
[HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah]

Dalam hadis muttafaq alaihi ini terdapat tambahan AllahummaSedangkan Rabbana…
itu kita ambil dari hadis Bukhari dan Muslim lainnya.
Jika kita artikan maka Allahumma rabbana berarti “Ya ALLAH, ya Tuhan kami”.
Maha Suci Tuhan yang Maha Tinggi
10. Setelah membaca tasbih tuma’ninah kemudian ber-SUJUD dengan cara membungkuk meletakkan wajah ke sajadah, kemudian membaca tasbih SUJUD sebanyak 3 kali.

Dari Hudzaifah katanya ia melihat Rasulullah SAW sujud dengan mengucapkan:

“Maha Suci Tuhan yang Maha Tinggi.” [Muslim]
------
Rasulullah SAW mengajarkan: Apabila salah seorang dari kamu bersujud, hendaklah ia mengucapkan “Subhana rabii al a’la” tiga kali, dan itulah yang paling sedikit.  [Tirmizi, Abu Dawud, Nasa’i & Ibnu Majah]
Dari Al Barra’ katanya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila engkau sujud, letakkan telapak tanganmu dan tinggikan kedua sikumu.”  [Muslim]

Dari Maimunah isteri Nabi SAW katanya: “Apabila Rasulullah SAW sujud direnggangkannya kedua sikunya dari rusuk, sehingga kelihatan putih ketiak beliau. Dan apabila beliau duduk antara dua sujud dan pada tasyahud awal, beliau duduk tenang di atas pahanya yang kiri.” [Muslim]

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Nabi SAW diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota badan dan dilarang menutup dahinya dengan rambut dan pakaian.
[Bukhari, Muslim, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmed bin Hanbal & Ad Darami]

HR. Muslim dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa Tujuh anggota badan itu ialah: (1) wajah yaitu dahi dan hidung ; (2-3) kedua belah telapak tangan ; (4-5) kedua ujung lutut ; (6-7) kedua ujung kaki.
Ya Tuhan, ampunilah aku ; 2 (dua) kali

11. Setelah bersujud kemudian bangkit duduk dengan cara bangkit dari sujud sambil membaca takbir “Allahu Akbar”
tetapi membaca takbir ini tidak dengan mengangkat kedua tangan.
Kemudian duduk dengan menekukkan ujung kaki kanan dan setelah duduk tegak sempurna kemudian membaca zikir DOA DUDUK ANTARA DUA SUJUD


Perlu diketahui, tidak ditemukan dalil-dalil dari kitab sahih dari Bukhari dan Muslim yang menerangkan tentang bacaan duduk antara dua sujud. Sehingga seluruh mazhab sepakat berpegang pada kitab hadis dibawahnya yaitu dari kitab-kitab Sunan.
Menurut para sunan, diriwayatkan dari Hudzaifah bahwa Rasulullah SAW mengucapkan diantara dua sujud: 


[HR. Tirmizi, Abu Dawud, Nasai & Baihaqi

Maha Suci (Allah) Tuhan yang Maha Tinggi
12. Setelah membaca doa zikir duduk antara dua sujud kemudian kembali membaca takbir sambil membungkuk untuk ber-SUJUD dan kembali membaca tasbih SUJUD 3 kali.

Dari Barra bin Azib, ia berkata: Aku mengamati shalat Muhammad SAW. Aku perhatikan berdirinya, rukuknya, iktidal setelah rukuk, sujudnya, duduk antara dua sujud, sujud kedua, duduk antara salam dan selesai shalat, (aku perhatikan) satu dengan lainnya saling sama. [Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Ahmed bin Hanbal & Ad Darami]
Dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Abu Hurairah shalat mengimami para sahabat. Ia bertakbir tiap kali turun dan bangun. Ketika selesai ia berkata: “Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling mirip dengan shalatnya Rasulullah SAW.” [Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmed bin Hanbal, Malik & Ad Darami]
Taqbir

13. Setelah bangkit dari sujud yang kedua, hendaknya duduk tuma’ninah sekejap
dua atau 5 detik kemudian kembali berdiri untuk mengerjakan rakaat selanjutnya
sambil membaca takbir,

            setelah berdiri dengan sempurna kemudian memulai rakaat selanjutnya
dengan kembali membaca Fatihah.
Dari Abu Hurairah katanya: Apabila Rasulullah SAW berdiri untuk raka’at kedua, beliau
langsung membaca Fatihah, tanpa diam sebentar terlebih dahulu. [Muslim]

Dari Mutharrif bin Abdullah, ia berkata : Aku dan Imran bin Hushein shalat di belakang
Ali Bin Abi Thalib. Ketika sujud beliau bertakbir. Saat mengangkat kepala beliau
bertakbir. Saat bangun dari dua rakaat beliau bertakbir. Selesai shalat Imran memegang
tanganku dan berkata: Sesungguhnya Ali telah mengingatkan aku dengan shalat
Muhammad SAW. [Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmed
bin Hanbal, Malik & Ad Darami]

Ya ALLAH, begitulah yang kami ketahui semampu kami tentang shalat yang diajarkan oleh Rasul-MU.
Ya ALLAH, ampunilah dosa dan segala kekurangan kami. 
Cukuplah hanya kepada-MU kami berserah diri. 
Tidak ada Tuhan selain ALLAH  Yang Maha Bijaksana lagi Maha Pengampun.
Ya ALLAH hanya kepada-MU kami menyembah dan hanya kepada-MU kami memohon pertolongan.


Dari Abu Hurairah katanya: Demi ALLAH, akan aku ajarkan kepada kamu cara shalat
Rasulullah SAW. Maka Abu Hurairah berqunut ketika shalat Zuhur, Isya dan Subuh
mendoakan kebaikan bagi orang-orang mukmin dan mengutuk orang-orang kafir.
[Bukhari, Muslim, Nas’ai, Abu Dawud, Ahmad]

Dari Muhammad, dia bertanya kepada Anas, katanya: Adakah Rasulullah SAW qunut
dalam shalat subuh? Jawab Anas: Ada, yaitu sesudah ruku. [Muslim]

Dari Anas bin Malik, katanya: Rasulullah SAW pernah qunut sebulan lamanya dalam
shalat Subuh sesudah rukuk yaitu mengutuk kabilah-kabilah Ri’il, Dzakwan dan
Ushayyah karena mereka mendurhakai ALLAH dan Rasul-NYA. [Muslim]

Dari Al Barra bin Azib, katanya: Rasulullah SAW pernah qunut dalam shalat Subuh dan
Maghrib. [Muslim]

Menurut Mazhab Syafii membaca qunut dalam shalat subuh adalah sunat muakkad.
Andaikata ditinggalkan baik sengaja atau karena lupa, maka tidak batal shalatnya, akan
tetapi harus melakukan sujud sahwi.

Diriwayatkan oleh Al Hakim, bahwa Anas bin Malik berkata: Rasulullah SAW tetap
melakukan qunut diwaktu Subuh hingga beliau meninggal dunia. Dikatakan oleh Al
Hakim bahwa ini adalah hadis sahih.
Maka akan timbul pertanyaan: Apakah boleh berqunut selain shalat subuh?
Menjawab hal ini Imam Syafii mempunyai 3 (tiga) pendapat:
1) Boleh berqunut pada setiap shalat apabila timbul bencana alam atau bahaya
peperangan, atau wabah penyakit atau gangguan (intimidation) kepada kaum muslimin.
Jika tidak ada bencana, maka tidak boleh berqunut selain pada shalat subuh.
2)  Mazhab mereka selalu membaca qunut pada semua shalat fardu, tidak terkecuali baik 
dalam keadaan bahaya ataupun tidak
3)  Qunut boleh tidak dibaca sama sekali

         Qunut dibaca pada separuh terakhir bulan Ramadan pada rakaat terakhir shalat
Witir. Ini masih menurut Imam Syafii dan Imam Nawawi.
         Menurut Mazhab Syafii dengan fatwa dari Imam Nawawi, saat membaca qunut
dalam shalat subuh adalah sesudah mengangkat kepala dari rukuk (sesudah
iktidal) dalam rakaat kedua.
         Dan menurut mazhab Syafii, bacaan qunut tidak ditentukan bacaannya. Artinya
boleh membaca doa manapun atau doa-doa yang ada dalam Quran.

1) Sebelumnya Qunut dibaca oleh Rasulullah untuk mendoakan suatu kaum:

Dari Anas bin Malik, katanya: Rasulullah SAW pernah qunut sebulan lamanya dalam
shalat Subuh sesudah rukuk yaitu mengutuk kabilah-kabilah Ri’lin, Dzakwan dan
Ushayyah karena mereka mendurhakai ALLAH dan Rasul-NYA.  [Muslim]
2) Tetapi kemudian doa Rasulullah itu ditolak oleh ALLAH ta’ala:
Dari Abu Hurairah, katanya: Pernah setelah Rasulullah SAW selesai membaca 
“sami’allahu liman hamidah, 
rabbana lakal hamdu”, kemudian beliau masih berdiri membaca doa sebagai berikut:
“Ya ALLAH, selamatkanlah Walid bin Walid, Salamah bin Hisyam, Iyasy 
bin Abi Rabi’ah dan orang-orang 
mukmin yang lemah-lemah. Ya ALLAH, perberat siksa-MU atas kabilah (suku) Mudhar, 
dan jadikanlah tahun-tahun mereka seperti tahun-tahun yang berat bagi Yusuf. Ya ALLAH, 
kutuklah kabilah-kabilah (ethnic group) Lihyan, Ri’lan, Dzakwan dan Ushayyah 
karena mereka mendurhakai ALLAH dan Rasul-NYA.”
Kemudian kami dapat kabar bahwa beliau meninggalkan doa itu setelah turun ayat ALLAH:
Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima
 taubat mereka, 
atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.
 [QS:3 Ali Imran: 128]
[Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad & Ad Darami]




Pengertian, Definisi, Jenis dan Tata Cara Sholat Sunat Rawatib Yang Mengiringi Solat Wajib - Praktek Ibadah Salat Agama Islam

A. Pengertian dan Definis
Shalat sunah rawatib adalah shalat yang mengiringi solat wajib lima waktu dalam sehari yang bisa dikerjakan pada saat sebelum sholat dan setelah solat. Fungsi salat sunat rawatib adalah menambah serta menyempurnakan kekurangan dari shalat wajib.
B. Tata Cara dan Syarat Kondisi
1. Dikerjakan sendiri-sendiri tidak berjamaah
2. Mengambil tempat salat yang berbeda dengan tempat melakukan sholat wajib.
3. Shalat sunah rawatib dilakukan dua rokaat dengan satu salam.
4. Tidak didahului azan dan qomat
C. Jenis Salat Sunat Rawatib
1. Salat sunat qabliyah / qobliyah adalah sholat sunah yang dilaksanakan sebelum mengerjakan solat wajib.
2. shalat sunah ba'diyah adalah sholat yang dikerjakan setelah melakukan shalat wajib.
D. Macam-macam Sholat Sunah Rawatib
1. Salat sunat rawatib muakkad / penting
Adalah sholat sunat rawatib yang dikerjakan pada :
- Sebelum subuh dua rokaat
- Sebelum zuhur dua rokaat
- Sesudah dzuhur dua rokaat
- Sesudah maghrib dua rokaat
- Sesudah isya dua rokaat
2. Salat sunat rawatib ghoiru muakkad / tidak penting
Adalah sholat sunat rawatib yang dikerjakan pada :
- Sebelum zuhur dua rokaat
- Setelah zuhur dua rokaat
- Sebelum ashar empat rokaat
- Sebelum magrib dua rokaat
- Sebelum isya dua rokaat

DALIL TENTANG SUJUD SAHWI


Ketahuilah bahwa sujud sahwi adalah kesepakatan semua aliran tanpa terkecuali. Banyak
hadis sahih yang menerangkannya. Diantaranya adalah hadis sahih muttafaq alaih:

Dari Abu Hurairah, katanya Rasulullah SAW bersabda: Apabila kamu shalat, datanglah
setan mengganggumu sehingga kamu lupa telah berapa raka’at kamu shalat. Apabila
kamu mengalami hal yang demikian itu, maka sujudlah dua kali ketika duduk (tasyahud
akhir).  [Muslim]

***Dari Abdullah bin Buhainah, ia berkata: Rasulullah SAW shalat dua rakaat bersama
kami, kemudian beliau bangkit dan tidak duduk. Para sahabat yang lainpun ikut bangkit
bersama beliau. Ketika beliau hendak menyelesaikan shalatnya dan kami menunggu
salamnya, beliau malah membaca takbir lalu melakukan sujud dua kali sedang beliau
masih dalam keadaan duduk sebelum salam. Kemudian beliau salam. [Bukhari, Muslim,
Tirmizi, Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmed, Malik & Ad Darami]

***Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: Rasulullah SAW shalat (menurut perawi Ibrahim,
beliau SAW terlebih atau kurang jumlah rakaat). Ketika selesai salam, ada yang berkata:
Ya Rasulullah, apakah telah terjadi sesuatu ketika baginda shalat. Rasulullah SAW
bertanya: Apa itu? Mereka menjawab: Baginda melakukan shalat begini, begini. Seketika
itu juga Rasulullah SAW melipatkan kedua kakinya dan menghadap kiblat, melakukan
sujud dua kali dan salam. Kemudian beliau berpaling kepada kami seraya bersabda:
Seandainya terjadi sesuatu dalam shalat, maka aku akan menerangkannya kepadamu.
Tetapi aku adalah manusia biasa yang dapat lupa seperti halnya engkau. Apabila aku
lupa, maka ingatkanlah aku. Apabila salah seorang kamu merasa ragu-ragu dalam
shalatnya, maka berusahalah mencari dan meyakini yang benar, lalu sempurnakan.
Selanjutnya hendaknya ia melakukan sujud dua kali.
[Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmed, Malik & Ad
Darami]







Ada perbedaan antara ulama tentang saat membaca sujud sahwi
ada yang berpendapat dilakukan sebelum mengucapkan salam dan ada yang berpendapat sesudah
salam.
Pendapat yang mengatakan sujud sahwi adalah sesudah salam, sesuai hadis sahih:
Dari Abdullah katanya: Nabi SAW sujud dua kali karena lupa, yaitu sesudah salam dan
bercakap-cakap. [Muslim]
Namun pendapat Imam yang kita pilih mengatakan bahwa sujud sahwi dilakukan
sebelum salam, hal ini berpegang dari banyaknya hadis sahih Bukhari, Muslim yang
menerangkannya. Sedangkan dalam hal apa yang dibaca ketika melakukan sujud sahwi,
maka kita kemukakan pendapat Imam Nawawi rahimahullah:
Bacaan sujud sahwi adalah sama dengan bacaan sujud yaitu “subhana rabbi al a’la” ,
karena dalam hadis-hadis tidak disebutkan bacaannya yang tertentu. Dalam hadis-hadis
sahih Bukhari, Muslim dan kelompok Sunan, Rasulullah SAW hanya menyebutnya
sebagai sujud karena terlupa.
Dan bacaan duduk antara dua sujud sahwi adalah sama dengan bacaan duduk antara dua
sujud yaitu “rabbigh fir li, rabbigh fir li” atau yang panjang lagi dari hadis kelompok
Sunan.


 Lampiran Materi ( 5 )


 Lampiran Materi ( 5 )
1.
Shalat-Shalat Sunnah - 01.pdfShalat-Shalat Sunnah - 01Download Materi: Shalat-Shalat Sunnah - 01.pdf
2.
Shalat-Shalat Sunnah - 02.pdfShalat-Shalat Sunnah - 02Download Materi: Shalat-Shalat Sunnah - 02.pdf
3.
Shalat-Shalat Sunnah - 01.docShalat-Shalat Sunnah - 01Download Materi: Shalat-Shalat Sunnah - 01.doc
4.
Shalat-Shalat Sunnah - 02.docShalat-Shalat Sunnah - 02Download Materi: Shalat-Shalat Sunnah - 02.doc
5.
Shalat-Shalat Sunnah.zipShalat-Shalat SunnahDownload Materi: Shalat-Shalat Sunnah.zip
Go to the Top
Go to the Top


Hal-hal yang Membatalkan Wudhu’


Wudhu seorang muslim batal karena hal-hal berikut ini:
    Sifat Wudhu' Nabi
  • Keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur, baik berupa air kecil ataupun air besar.
  • Keluar angin dari dubur (kentut).
  • Hilang akalnya, baik karena gila, pingsan, mabuk atau karena tidur yang nyenyak hingga tidak menyadari apa yang keluar darinya. Adapun tidur ringan yang tidak menghilangkan perasaan, maka tidak membatalkan wudhu.
  • Menyentuh kemaluan dengan tangan dengan syahwat, apakah yang disentuh tersebut kemaluannya sendiri atau milik orang lain, karena Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu”. [Riwayat Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albani].
  • Memakan daging unta, Karena ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ditanya: “Apakah kami harus berwudhu karena makan daging unta? Nabi menjawab : Ya.” [Riwayat Muslim]
Begitu pula memakan usus, hati, babat atau sumsumnya adalah membatalkan wudhu, karena hal tersebut sama dengan dagingnya.
Adapun air susu unta tidak membatalkan wudhu, karena Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah menyuruh suatu kaum minum air susu unta dan tidak menyuruh mereka berwudlu sesudahnya. [Muttafaq 'alaih]
Untuk lebih berhati-hati, maka sebaiknya berwudhu sesudah minum atau makan kuah daging unta.
Apabila seorang muslim berhadats kecil (tidak berwudhu), maka haram melakukan hal-hal berikut ini:
  • Mengerjakan shalat. Orang yang berhadats tidak boleh melakukan shalat kecuali setelah berwudhu terlebih dahulu, karena Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:”Allah tidak menerima shalat yang dilakukan tanpa wudhu”. [Riwayat Muslim]
    Boleh bagi orang yang tidak berwudhu melakukan sujud tilawah atau sujud syukur, karena keduanya bukan merupakan shalat, sekalipun lebih afdhalnya adalah berwudhu sebelum melakukan sujud.
  • Melakukan thawaf. Orang yang berhadats kecil tidak boleh melakukan thawaf di Ka`bah sebelum berwudhu, karena Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda : “Thawaf di Baitullah itu adalah shalat”. [Riwayat Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al Albani dalam Al Irwa' (121)]
    Dan juga karena Nabi berwudhu terlebih dahulu sebelaum melakukan thawaf. [Muttafaq 'alaih]

Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT
Di antara hal-hal yang membatalkan shalat sebagaimana yang telah dijabarkan oleh para fuqaha adalah sebagai berikut :
1. Berbicara Dengan Sengaja
Berbicara dengan sengaja yang dimaksud disini bukanlah berupa bacaan bacaan dalam AlQuran, dzikir atau pun do’a. Akan tetapi merupakan pembicaraan yang sering dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw. yang di riwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaqun ‘Alaih) berikut:
عن زيد بن ارقم رضي الله عنه, قال: كنا نتكلم فى الصلاة, يتكلم أحدنا اخاه فى حاجته, حنى نزل فقول الله تعالى: (حافظوا على الصلوات و الصلاة الوسطى و قوموا لله قانتين) فأمرنا نالسكوت
ِArtinya:
“Dari Zaid bin Al-Arqam ra berkata,”Dahulu kami bercakap-capak pada saat shalat. Seseorang ngobrol dengan temannya di dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang disampingnya. Hingga turunlah firman Allah SWT “Peliharalah semua shalat, dan shalat wusthaa . Berdirilah untuk Allah dengan khusyu”. Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara dalam shalat”. (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah).
Perkataan yang keluar disaat shalat, baik itu satu kata ataupun hanya satu huruf akan membatalkan shalat jika dilakukan dengan sengaja. Berbeda bila seseorang melakukannya tanpa sadar alias tidak disengaja, ataupun melakukannya tanpa tahu hukumnya maka syari’ memberikan keringanan bagi orang yang melakukannya (berbicara dalam shalat), selama perkataan atau atau pun kata yang disebutkan masih dalam kategori sedikit. Dalam satu riwayat dikatakan tidak lebih dari 6 kata.
2. Makan dan Minum
Makan dan minum adalah salah satu perbuatan yang dapat membatalkan shalat. Apabila seseorang makan atau pun minum ketika melaksanakan shalat dengan sengaja, maka shalatnya batal. Hal ini disebabkan karena akan menghilangkan kemulian dalam shalat. perbuatan makan dan minum dalam shalat ini, baik sedikit ataupun banyak selama dilakukan dengan sengaja tetap akan membatalkan shalatnya.
Adapun jika perbuatan makan dan minum dalam shalat ini dilakukan tanpa disengaja, maka disyaratkan dalam hal tersebut tidak lebih dari kadar humsah الحمصة (tidak bisa dibakar ataupun di masak kembali), yaitu kadar/batasan yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan. Maka shalatnya tidak batal. Dan apabila di dalam mulut seseorang ada sisa gula atau sesuatu yang bisa mencair atau pun meleleh ketika melaksanakan shalat, maka jika ia menelannya akan membatalkan shalatnya.

3. Banyak Gerakan dan Terus Menerus
Yang dimaksud adalah gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan gerakan yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan sampai tiga kali gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya.
Namun bukan berarti setiap ada gerakan langsung membatalkan shalat. Sebab dahulu Rasulullah SAW pernah shalat sambil menggendong anak (cucunya).
Rasulullah SAW shalat sambil mengendong Umamah, anak perempuan dari anak perempuannya. Bila beliau SAW sujud, anak itu diletakkannya dan bila berdiri digendongnya lagi”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Bahkan beliau SAW memerintah orang yang sedang shalat untuk membunuh ular dan kalajengking (al-aswadain). Dan beliau juga pernah melepas sandalnya sambil shalat. Kesemuanya gerakan itu tidak termasuk yang membatalkan shalat.
4. Membelakangi atau Tidak Menghadap Kiblat
Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di dalam shalatnya melakukan gerakan hingga badannya bergeser arah hingga membelakangi kiblat , maka shalatnya itu batal dengan sendirinya.
Hal ini ditandai dengan bergesernya arah dada orang yang sedang shalat itu, menurut kalangan Ulama Syafi’iyah dan Ulama Hanafiyah. Sedangkan menurut Ulama Mazhab Malikiyah, bergesernya seseorang dari menghadap kiblat ditandai oleh posisi kakinya. Sedangkan menurut Mazhab Hanabilah, ditentukan dari seluruh tubuhnya.
Kecuali pada shalat sunnah, dimana menghadap kiblat tidak menjadi syarat shalat. Rasulullah SAW pernah melakukannya di atas kendaraan dan menghadap kemana pun kendaraannya itu mengarah.
Namun yang dilakukan hanyalah shalat sunnah, adapun shalat wajib belum pernah diriwayatkan bahwa beliau pernah melakukannya. Sehingga sebagian ulama tidak membenarkan shalat wajib di atas kendaraan yang arahnya tidak menghadap kiblat. Namun, dalam kondisi darurat, tidak menghadap kiblat dibolehkan, selama yang bersangkutan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tetap menghadap kiblat, misal orang yang habis operasi berat dan tidak mungkin menggeser-geser tempat tidurnya atau orang yang berada dalam bus umum yang perjalanannya tidak mengarah ke arah kiblat, sementara sopirnya tidak toleran terhadap orang-orang yang mau shalat. Maka jika mungkin, di waktu takbiratul ihram, tetap menghadap kiblat, tapi jika tidak mungkin (misalnya karena menghadap kiblat berarti menghadap ke sandaran kursi), maka dibolehkan menghadap sesuai arah bus. Namun, jika bisa mengusahakan bus berhenti di waktu shalat, maka ini adalah yang terbaik.
5. Terbuka Aurat Secara Sengaja
Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya secara sengaja, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam waktu yang singkat ataupun terbuka dalam waktu yang lama. Namun jika auratnya terbuka tanda disengaja dan bukan dalam waktu yang lama, maksudnya hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi, para Ulama dari mazhab Syafi’iyah dan Ulama Hanabilah mengatakan tidak batal.
Namun Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan secepat apapun ditutupnya, kalau sempat terbuka, maka shalat itu sudah batal dengan sendirinya.
Namun perlu diperhatikan bahwa yang dijadikan sandaran dalam masalah terlihat aurat dalam hal ini adalah bila dilihat dari samping, atau depan atau belakang. Bukan dilihat dari arah bawah seseorang. Sebab bisa saja bila secara sengaja diintip dari arah bawah, seseorang akan terlihat auratnya. Namun hal ini tidak berlaku.
6. Mengalami Hadats Kecil atau Besar
Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya. Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar.
Namun harus dibedakan dengan orang yang merasa ragu-ragu dalam berhadats. Para ulama mengatakan bahwa rasa ragu tidak lah membatalkan shalat. Shalat itu baru batal apabila memang ada kepastian telah mendapat hadats.
7. Tersentuh Najis baik pada Badan, Pakaian atau Tempat Shalat
Bila seseorang yang sedang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya menjadi batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya dan tidak segera ditepis/tampiknya najis tersebut maka batallah shalatnya tersebut. Adapun tempat shalat itu sendiri bila mengandung najis, namun tidak sampai tersentuh langsung dengan tubuh atau pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan.
Demikian juga bila ada najis yang keluar dari tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut, hidung, telinga atau lainnya, maka shalatnya batal.
Namun bila kadar najisnya hanya sekedar najis yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukuran, maka hal itu tidak membatalkan shalat.
8. Tertawa
Orang yang tertawa dalam shalatnya, batallah shalatnya itu. Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara. Adapun bila sebatas tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya.
9. Murtad, Mati, Gila atau Hilang Akal
Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Demikian juga bila mengalami kematian. Dan orang yang tiba-tiba menjadi gila dan hilang akal saat sedang shalat, maka shalatnya juga batal.
10. Berubah Niat
Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak, meski dia belum melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya.
11. Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat dengan sengaja
Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja, maka shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung ruku’, maka shalatnya menjadi batal. Namun jika lupa, dan ingat selama masih dalam shalat maka dia harus melakukan sujud syahwi sebelum salam, jika lupa pula untuk sujud syahwi, maka bisa dilakukan setelah salam.
Kecuali dalam kasus shalat berjamaah dimana memang sudah ditentukan bahwa imam menanggung bacaan fatihah makmum, sehingga seorang yang tertinggal takbiratul ihram dan mendapati imam sudah pada posisi rukuk, dibolehkan langsung ikut ruku’ bersama imam dan telah mendapatkan satu rakaat.
Demikian pula dalam shalat jahriyah (suara imam dikeraskan), dengan pendapat yang mengataka bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum, maka bila makmum tidak membacanya, tidak membatalkan shalat.
12. Mendahului Imam dalam Shalat Jama’ah
Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka batal-lah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja, maka tidak termasuk yang membatalkan shalat.
AS-Syafi’iyah mengatakan bahwa batasan batalnya shalat adalah bila mendahului imam sampai dua gerakan yang merupakan rukun dalam shalat. Hal yang sama juga berlaku bila tertinggal dua rukun dari gerakan imam.
13. Terdapatnya Air bagi Orang yang Shalatnya dengan Tayammum
Seseorang yang bertayammum sebelum shalat, lalu ketika shalat tiba-tiba terdapat air yang bisa dijangkaunya dan cukup untuk digunakan berwudhu’, maka shalatnya batal. Dia harus berwudhu’ saat itu dan mengulangi lagi shalatnya.
14. Berubah Niat
Niat adalah salah satu rukun dalam shalat, jika rukun tersebut tidak terpenuhi maka tidak sah shalatnya tersebut. Seseorang yang sedang melaksanakan shalat, kemudian dia berniat keluar dari shalatnya tersebut, atau ada sesuatu kejadian yang membuat (mushalli) keluar dari shalatnya, maka shalatnya tersebut akan menjadi batal dengan berubah niatnya tersebut, karena shalat harus dimulai dengan niat yang pasti.
15. Mengucapkan Salam Secara Sengaja
Bila seseorang mengucapkan salam secara sengaja dan sadar, maka shalatnya batal. Dasarnya adalah hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa salam adalah hal yang mengakhiri shalat. Kecuali lafadz salam di dalam bacaan shalat, seperti dalam bacaa tahiyat.

 ---------------------------------------------------------------**************************-----------------------------------------------------------
Wassalamualaikum Warokhmatullahi wabarokhatuh



Pengertian, Definisi, Jenis dan Tata Cara Sholat Sunat Rawatib Yang Mengiringi Solat Wajib - Praktek Ibadah Salat Agama Islam

A. Pengertian dan Definisi
Shalat sunah rawatib adalah shalat yang mengiringi solat wajib lima waktu dalam sehari yang bisa dikerjakan pada saat sebelum sholat dan setelah solat. Fungsi salat sunat rawatib adalah menambah serta menyempurnakan kekurangan dari shalat wajib.
B. Tata Cara dan Syarat Kondisi
1. Dikerjakan sendiri-sendiri tidak berjamaah
2. Mengambil tempat salat yang berbeda dengan tempat melakukan sholat wajib.
3. Shalat sunah rawatib dilakukan dua rokaat dengan satu salam.
4. Tidak didahului azan dan qomat
C. Jenis Salat Sunat Rawatib
1. Salat sunat qabliyah / qobliyah adalah sholat sunah yang dilaksanakan sebelum mengerjakan solat wajib.
2. shalat sunah ba'diyah adalah sholat yang dikerjakan setelah melakukan shalat wajib.
D. Macam-macam Sholat Sunah Rawatib
1. Salat sunat rawatib muakkad / penting
Adalah sholat sunat rawatib yang dikerjakan pada :
- Sebelum subuh dua rokaat
- Sebelum zuhur dua rokaat
- Sesudah dzuhur dua rokaat
- Sesudah maghrib dua rokaat
- Sesudah isya dua rokaat
2. Salat sunat rawatib ghoiru muakkad / tidak penting
Adalah sholat sunat rawatib yang dikerjakan pada :
- Sebelum zuhur dua rokaat
- Setelah zuhur dua rokaat
- Sebelum ashar empat rokaat
- Sebelum magrib dua rokaat
- Sebelum isya dua rokaat


Shalat sunnah itu ada dua macam:
1. Shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah
2. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan dilakukan secara berjamaah
A. Shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah
1. Shalat Idul Fitri
2. Shalat Idul Adha
Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama Rasulullah SAW dan Abu bakar dan Umar, beliau semua melakukan shalat tersebut sebelum khutbah.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dilakukan 2 raka’at. Pada rakaat pertama melakukan tujuh kali takbir (di luar Takbiratul Ihram) sebelum membaca Al-Fatihah, dan pada raka’at kedua melakukan lima kali takbir sebelum membaca Al-Fatihah.
3. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)
4. Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
Ibrahim (putra Nabi SAW) meninggal dunia bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari. Beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak juga karena kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian mengalaminya (gerhana), maka shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana itu) berakhir.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah ibnu Amr, bahwasannya Nabi SAW memerintahkan seseorang untuk memanggil dengan panggilan “ashsholaatu jaami’ah” (shalat didirikan dengan berjamaah). (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dilakukan dua rakaat, membaca Al-Fatihah dan surah dua kali setiap raka’at, dan melakukan ruku’ dua kali setiap raka’at.
5. Shalat Istisqo’
Dari Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat istisqo’ dua raka’at, seperti shalat ‘Id. (HR Imam Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Tata caranya seperti shalat ‘Id.
6. Shalat Tarawih (sudah dibahas)
Dari ‘Aisyah Rda., bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat di masjid pada suatu malam. Maka orang-orang kemudian mengikuti shalat beliau. Nabi shalat (lagi di masjid) pada hari berikutnya, jamaah yang mengikuti beliau bertambah banyak. Pada malam ketiga dan keempat, mereka berkumpul (menunggu Rasulullah), namun Rasulullah SAW tidak keluar ke masjid. Pada paginya Nabi SAW bersabda: “Aku mengetahui apa yang kalian kerjakan tadi malam, namun aku tidak keluar karena sesungguhnya aku khawatir bahwa hal (shalat) itu akan difardlukan kepada kalian.” ‘Aisyah Rda. berkata: “Semua itu terjadi dalam bulan Ramadhan.” (HR Imam Muslim)
Jumlah raka’atnya adalah 20 dengan 10 kali salam, sesuai dengan kesepakatan shahabat mengenai jumlah raka’at dan tata cara shalatnya.
7. Shalat Witir yang mengiringi Shalat Tarawih
Adapun shalat witir di luar Ramadhan, maka tidak disunnahkan berjamaah, karena Rasulullah SAW tidak pernah melakukannya.
B. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan berjamaah
1. Shalat Rawatib (Shalat yang mengiringi Shalat Fardlu), terdiri dari:
a. 2 raka’at sebelum shubuh
b. 4 raka’at sebelum Dzuhur (atau Jum’at)
c. 4 raka’at sesudah Dzuhur (atau Jum’at)
d. 4 raka’at sebelum Ashar
e. 2 raka’at sebelum Maghrib
f. 2 raka’at sesudah Maghrib
g. 2 raka’at sebelum Isya’
h. 2 raka’at sesudah Isya’
Dari 22 raka’at rawatib tersebut, terdapat 10 raka’at yang sunnah muakkad (karena tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW), berdasarkan hadits:
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW senantiasa menjaga (melakukan) 10 rakaat (rawatib), yaitu: 2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya, 2 raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at sesudah Isya’ di rumah beliau, dan 2 raka’at sebelum Shubuh … (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Adapun 12 rakaat yang lain termasuk sunnah ghairu muakkad, berdasarkan hadits-hadits berikut:
a. Dari Ummu Habibah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa senantiasa melakukan shalat 4 raka’at sebelum Dzuhur dan 4 raka’at sesudahnya, maka Allah mengharamkan baginya api neraka.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya ada yang sunnah muakkad dan ada yang ghairu muakkad.
b. Nabi SAW bersabda:
“Allah mengasihi orang yang melakukan shalat empat raka’at sebelum (shalat) Ashar.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Huzaimah)
Shalat sunnah sebelum Ashar boleh juga dilakukan dua raka’at berdasarkan Sabda Nabi SAW:
“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam Bazzar)
c. Anas Ra berkata:
“Di masa Rasulullah SAW kami shalat dua raka’at setelah terbenamnya matahari sebelum shalat Maghrib…” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Nabi SAW bersabda:
“Shalatlah kalian sebelum (shalat) Maghrib, dua raka’at.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
d. Nabi SAW bersabda:
“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam Bazzar)
Hadits ini menjadi dasar untuk seluruh shalat sunnah 2 raka’at qobliyah (sebelum shalat fardhu), termasuk 2 raka’at sebelum Isya’.
2. Shalat Tahajjud (Qiyamullail)
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 79, As-Sajdah ayat 16 – 17, dan Al-Furqaan ayat 64. Dilakukan dua raka’at-dua raka’at dengan jumlah raka’at tidak dibatasi.
Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Nabi SAW bersabda: “Shalat malam itu dua (raka’at)-dua (raka’at), apabila kamu mengira bahwa waktu Shubuh sudah menjelang, maka witirlah dengan satu raka’at.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
3. Shalat Witir di luar Ramadhan
Minimal satu raka’at dan maksimal 11 raka’at. Lebih utama dilakukan 2 raka’at-2 raka’at, kemudian satu raka’at salam. Boleh juga dilakukan seluruh raka’at sekaligus dengan satu kali Tasyahud dan salam.
Dari A’isyah Rda. Bahwasannya Rasulullah SAW shalat malam 13 raka’at, dengan witir 5 raka’at di mana beliau Tasyahud (hanya) di raka’at terakhir dan salam. (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Beliau juga pernah berwitir dengan tujuh dan lima raka’at yang tidak dipisah dengan salam atau pun pembicaraan. (HR Imam Muslim)
4. Shalat Dhuha
Dari A’isyah Rda., adalah Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak dipisah keduanya (tiap shalat 2 raka’at) dengan pembicaraan.” (HR Abu Ya’la)
Dari Abu Hurairah Ra., bahwasannya Nabi pernah Shalat Dhuha dengan dua raka’at (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dari Ummu Hani, bahwasannya Nabi SAW masuk rumahnya (Ummu Hani) pada hari Fathu Makkah (dikuasainya Mekkah oleh Muslimin), beliau shalat 12 raka’at, maka kata Ummu Hani: “Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih ringan daripada shalat (12 raka’at) itu, namun Nabi tetap menyempurnakan ruku’ dan sujud beliau.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
5. Shalat Tahiyyatul Masjid
Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.” (HR Jama’ah Ahli Hadits)
6. Shalat Taubat
Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia bangun berwudhu kemudian shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada Allah, kecuali ia akan diampuni.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lain)
7. Shalat Tasbih
Yaitu shalat empat raka’at di mana di setiap raka’atnya setelah membaca Al-Fatihah dan Surah, orang yang shalat membaca: Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar sebanyak 15 kali, dan setiap ruku’, i’tidal, dua sujud, duduk di antara dua sujud, duduk istirahah (sebelum berdiri dari raka’at pertama), dan duduk tasyahud (sebelum membaca bacaan tasyahud) membaca sebanyak 10 kali (Total 75 kali setiap raka’at). (HR Abu Dawud dan Ibnu Huzaimah)
8. Shalat Istikharah
Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari kami Istikharah dalam segala hal … beliau SAW bersabda: ‘apabila salah seorang dari kalian berhasrat pada sesuatu, maka shalatlah dua rakaat di luar shalat fardhu …dan menyebutkan perlunya’ …” (HR Jama’ah Ahli Hadits kecuali Imam Muslim)
9. Shalat Hajat
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mempunyai hajat kepada Allah atau kepada seseorang, maka wudhulah dan baguskan wudhu tersebut, kemudian shalatlah dua raka’at, setelah itu pujilah Allah, bacalah shalawat, atas Nabi SAW, dan berdoa …” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
10. Shalat 2 rakaat di masjid sebelum pulang ke rumah
Dari Ka’ab bin Malik: “Adalah Nabi SAW apabila pulang dari bepergian, beliau menuju masjid dan shalat dulu dua raka’at.” (HR Bukhari dan Muslim)
11. Shalat Awwabiin
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 25
Dari Ammar bin Yasir bahwa Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat setelah shalat Maghrib enam raka’at, maka diampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih lautan.” (HR Imam Thabrani)
Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah, dan Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa dari Abu Hurairah Ra. Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat enam raka’at antara Maghrib dan Isya’, maka Allah mencatat baginya pahala ibadah 12 tahun” (HR Imam Tirmidzi)
12. Shalat Sunnah Wudhu’
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa berwudhu, ia menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat dua raka’at, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
13. Shalat Sunnah Mutlaq
Nabi SAW berpesan kepada Abu Dzar al-Ghiffari Ra.: “Shalat itu sebaik-baik perbuatan, baik sedikit maupun banyak.” (HR Ibnu Majah)
Dari Abdullah bin Umar Ra.: “Nabi SAW bertanya: ‘Apakah kamu berpuasa sepanjang siang?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Dan kamu shalat sepanjang malam?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bersabda: ’Tetapi aku puasa dan berbuka, aku shalat tapi juga tidur, aku juga menikah, barang siapa tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku’.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits terakhir ini menunjukkan bahwa shalat sunnah bisa dilakukan dengan jumlah raka’at yang tidak dibatasi, namun makruh dilakukan sepanjang malam, karena Nabi sendiri tidak menganjurkannnya demikian. Ada waktu untuk istirahat dan untuk istri/suami.
.


Tata cara shalat taubat sama dengan shalat sunnah yang lain, yang membedakan hanyalah niatnya.  Jadi jika seseorang melakukan perbuatan dosa maka disunnahkan untuk segera melakukan shalat taubat dan berdoa meminta ampun kepada Allah Ta'ala.  Semoga tulisan berikut dapat bermanfaat.
Shalat Taubat

Allah Ta’ala berfirman,

Dan (juga) orang – orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa – dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui” (QS. Ali Imran : 135)

Sudah sepatutnya bagi seorang muslim untuk senantiasa berusaha bertakwa kepada Allah Ta’ala, juga selalu merasa dalam pengawasan-Nya, serta tidak terjerumus ke dalam maksiat. Jika pun seorang muslim berbuat dosa, maka sudah menjadi kewajiban baginya untuk segera bertaubat dan kembali ke jalan Allah Ta’ala. Dan Rasulullah ShallallaHu alaiHi wa sallam telah mensyari’atkan shalat ini pada saat bertaubat.

Dari Ali radhiyallaHu 'anHu, bahwa Rasulullah ShallallaHu alaiHi wa sallam bersabda,

Tidaklah seseorang melakukan perbuatan dosa lalu di bangun dan bersuci, kemudian mengerjakan shalat, dan setelah itu memohon ampunan kepada Allah melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya” (HR. At Tirmidzi no. 406, lafazh ini miliknya, Abu Dawud no. 1521, Ibnu Majah no. 1395 dan lainnya, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi I/128)

Berikut beberapa doa mohon ampunan kepada Allah Ta'ala yang dapat dibaca setelah shalat :

Rabbanaa dzalamnaa anfusanaa wa illam taghfirlanaa war hamnaa lakuunanna minal khaasiriin” yang artinya “Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang – orang yang merugi” (QS Al A’raaf : 23)

AllaHumma innii zhalamtu nafsii zhulman katsiiran wa laa yaghfirudz dzunuuba illa anta, faghfirlii maghfiratan min ‘indika warhamnii innaka antal ghafuurur rahiim” yang artinya “Ya Allah, sesungguhnya aku banyak menganiaya diriku dan tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau. Oleh karena itu ampunilah dosa – dosaku dengan ampunan dari sisi-Mu dan berikan rahmat kepadaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (HR. Al Bukhari no. 834 dan Muslim no. 2705)

Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.  Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" (QS. An Nisaa' : 48)
Dari Abu Dzar ra., Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Jibril berkata kepadaku, 'Barangsiapa diantara umatmu yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka pasti dia masuk surga'" (HR. Bukhari) [Hadits ini terdapat pada Kitab Shahih Bukhari]

Taubat merupakan kewajiban seorang hamba yang melakukan maksiyat, baik karena melanggar hak-hak Allah maupun hak-hak manusia. Allah SWT telah memfardhukan taubat kepada hamba-hamba-Nya, dalam setiap kondisi. Allah SWT berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat semurni-murninya (taubat nashûha).” (Qs. at-Tahrîm [66]: 8).
“…..Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.s. An-Nuur [24]:31).
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat” (Q.s. Huud [11]: 3)
Untuk penjelasan Taubat nashûha Akan saya jelaskan lebih detil bagaimana ulama mendefinisikan taubat nashûha ini dalam materi yang berbeda.
Taubat adalah “gorbun ila Allah” mendekatkan diri kepada Allah dan berharap dosa-dosa yang lalu diampuni oleh Allah.

Cara Taubat Yang Benar
Para ulama membagi dosa ke dalam dua kelompok. Pertama, dosa karena melanggar hak-hak Allah. Kedua, dosa karena melanggar hak anak Adam. Tata cara taubat untuk kedua dosa ini adalah sebagai berikut:
Pertama; dosa karena melanggar hak-hak Allah. Imam an-Nawawi menyatakan, syarat-syarat diterimanya taubat atas dosa karena melanggar hak-hak Allah ada tiga macam. Pertama, meninggalkan ma’siyyatkedua adanya penyesalan; ketiga harus bertekad untuk tidak mengerjakannya kembali di masa akan datang.
Jika ada perintah untuk mengqadla, atau membayar kafarat atas pelanggarannya, maka seseorang belum sempurna taubatnya hingga dirinya membayar qadha dan kafarat. Contohnya, ada seseorang meninggalkan sholat fardlu dengan sengaja. Selanjutnya, ia insyaf dan sadar atas kesalahannya. Bila ia ingin bertaubat atas kesalahannya, dirinya harus memenuhi tiga syarat di atas. Jika kewajiban yang ia tinggalkan itu harus diqadla berdasarkan ketentuan syara’, dirinya harus melakukan qadha. Jika, ia harus membayar kafarat, dirinya juga wajib membayar kafarat atas pelanggaran tersebut. Contohnya, pelanggaran atas sumpah. Orang yang melanggar sumpah, ia berkewajiban membayar kafarat sumpah. Kafarah sumpah bisa dipilih sebagai berikut; (1) memberi makan, (2) memberi pakaian, (3) memerdekakan budak. Jika ia tidak mampu melaksanakan tiga hal ini, ia berkewajiban melakukan puasa selama tiga hari.
Jika pelanggaran itu berhubungan dengan hududnya Allah SWT, taubatnya tidak cukup dengan melakukan tiga hal di atas. Akan tetapi, ia harus menjalani hadnya Allah SWT. Hudud ada enam macam, (1) zina dan homosex, (2) pencurian, (3) minum khamer, (4) hirabah, (5) qadzaf, (6) murtad. Orang yang minum khamer harus dikenai had, yakni dihukum jilid sebanyak 40 kali. Pezina muhshon dikenai hukuman rajam hingga mati. Pelaku qadzaf (menuduh isterinya berzina) harus dikenai jilid sebanyak 80 kali.
Imam Syafi’i berpendapat, jika seseorang melanggar dosa yang terkategori hududnya Allah, taubatnya akan diterima dan had atas dirinya gugur, jika ia bertaubat kepada Allah SWT dengan penyesalan yang benar. Ketetapan semacam ini didasarkan pada kenyataan, bahwa para pelaku hirabah (pembegal dan penyamun) tidak boleh dijatuhi had hirabah, jika mereka telah bertaubat sebelum tertangkap.
Jika khalifah berhasil menangkap pelaku hirabah, akan tetapi mereka telah melakukan taubat sebelum tertangkap, khalifah tidak boleh menjatuhkan hukuman had kepada mereka. Ketentuan semacam ini didasarkan pada firman Allah SWT:
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilangan; atau dibuang dari negeri tempat kediamannya. Yang demikian itu, sebagai penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar. Kecuali, orang-orang yang bertaubat (diantara mereka sebelum kamu berhasil menangkap mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 33-34).
Jika mereka bertaubat setelah tertangkap, mereka tetap dijatuhi had hirabah. Bagi peminum, pencuri, dan pezina, jika mereka memperbaiki diri dan bertaubat, kemudian mereka dilaporkan kepada khalifah, maka khalifah tidak boleh memberi sanksi kepada mereka. Sebab, mereka telah bertaubat sebelum dilaporkan (ditangkap).  Namun jika mereka baru bertaubat setelah dilaporkan kepada khalifah, mereka tetap dijatuhi had. Dalam kondisi seperti ini, mereka seperti halnya orang-orang yang melakukan hirabah kemudian tertangkap dan belum sempat bertaubat. Pendapat ini dipilih oleh madzhab Syafi’i.
Kedua; dosa karena melanggar hak-hak anak Adam. Apabila dosa tersebut berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak-hak anak Adam, syarat taubatnya ada empat macam. Tiga syarat telah disebutkan di muka, dan ditambah dengan syarat keempat, yakni,  menunaikan haq-haq orang yang ia dzalimi.
Seseorang yang merampas harta orang lain, taubatnya akan diterima oleh Allah SWT, jika empat syarat di atas dipenuhi. Ia tidak cukup hanya menyesal, akan tetapi ia harus meminta maaf  atau dengan mengembalikan harta orang  tersebut, bila ia mampu.
Jika ia tidak mampu mengembalikannya, hendaknya ia berniat untuk mengembalikannya dengan segera jika ia telah mampu. Jika seseorang menimpakan bahaya kepada seorang muslim lainnya, sedangkan orang muslim tersebut tidak menyadari atau tidak tahu, ia harus segera menyingkirkan bahaya tersebut. Selanjutnya, ia harus memohon maaf kepadanya. Jika orang yang terdzalimi tersebut  memaafkan, maka dosa pendzalim itu terputus. Jika pendzalim mengutus seseorang untuk meminta maaf, kemudian madzlum (orang yang terdzalimi) memaafkan —diketahui langsung atau tidak—, ini juga sah. Seorang yang berbuat buruk kepada orang lain, misalnya menyakiti hatinya, menamparnya, memukulnya tanpa ada alasan yang benar, atau mencambuknya dengan cemeti kemudian menyakitinya, ia harus memohon maaf kepada orang itu, dan menyesali perbuatannya.
Dosa karena melanggar hak-hak anak Adam tidak akan gugur sampai ia bertaubat pada dirinya sendiri, dan ia dimaafkan oleh orang yang didzaliminya.
Namun, jika orang yang kita berhutang dengannya telah meninggal, apa yang bisa kita lakukan: pertama, mengembalikan hartanya kepada walinya. Kedua, jika kita tidak mengetahui dimana ahli warisnya, maka letakkan harta itu di baitul mall.
Dan ada point yang penting lagi dalam bertobat ini adalah “Tidak menceritakan maksiatnya kepada orang lain” Jadi maksiat itu hanyalah antara kita dan Allah, dan kemudian kembali kepada Allah. Sekarang ini banyak orang yang bermaksiat dengan bangga menceritakan kemaksiatannya kepada orang lain.
Sebagaimana dalam hadits Rosulullah:
“Siapa saja yang membuka aib seseorang maka Allah akan membuka aibnya di akherat”
Imam Syafi’I berkata:
“Barang siapa yang menceritakan dosanya, itu ibaratkan tertawa diatas dosanya sendiri, dan orang yang tertawa diatas dosanya itu adalah orang yang mentertawakan ALlah”

Taubatnya Rasulullah
Al-Agharr bin Yasar Al-Muzani r.a  narrated that Allah’s Messenger SAW said, “Turn you people in repentance to Allah and beg pardon of Him. I turn to him in repetence a hundred times a day.” [H.R Muslim].
Rosulullah adalah orang yang maksum (dosa yang lalu dan akan dating sudah diampuni oleh Allah, dan tidak pernah berbuat salah) namun beliau masih saja bertobat kepada Allah dan beristigfar paling sedikit 100 kali sehari, bagaimana dengan kita yang banyak dengan dosa ini?

Kisah-kisah Orang Yang Bertaubat
Ada seorang yang melakukan pembunuhan sejumlah 99 orang. Dia ingin bertaubat, maka dia bertanya kepada orang setempat untuk tunjukkan tempat orang alim.
Pertama, datanglah dia ketempat Rahib. Dia menyatakan keinginannya untuk bertaubat atas seluruh dosa-dosanya. Sangat Rahib cakap bahwa tidak ada jalan untuknya untuk bertaubat, sudah terlalu banyak dosa yang ia lakukan. Maka orang yang ingin bertaubat tadi emosi mendengar pernytaan dari Rahib dan akhirnya sang Rahib dibunuh juga. Jadi dia telah membunuh 100 orang.
Kedua, Datanglah dia ketempat ulama. Sang ulama menyatakan bahwa ada jalan taubat untuk dia, Ulama menyatakan untuk pergi ke Syam (Palestina, Syiria, Lebanon) karena disana penduduknya menyembah karena kecintaan kepada Allah. Ulama tersebut menyuruh orang yang hendak taubah itu berdiam diri saja disana jangan berpindah-pindah.
Rosulullah bersabda:
“Tidak ada hijrah lagi bagimu Muhammad setelah futuhat Mekkah, namun kalau mau hijrah, hijrahlah dari bumi yang jelek ke bumi yang bagus”
Berangkatlah orang tadi ke negri Syam, namun masih belum sampai orang ini meninggal. Malaikat penjaga neraka sudah mau memasukkan dia ke neraka, namun malaikat penjaga Syurga hendak mengambilnya pula, karena orang ini sudah berniat untuk taubat. Akhirnya diukur perjalanan dia. Ternyata langkahnya lebih dekat sejengkal saja lebih dekat ke tempat tujuannya. Akhirnya dia masuk syurga. Sebagaimana firman Allah:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s An Nisaa’ [4]: 100)              
Ada kisah lain, diriwayatkan oleh Abi Bukhid. Bahwasannya datanglah seorang perempuan janda sedang hamil ke hadapan Rasulullah. Wanita ini ingin bertaubat, dia ingin dirajam sampai mati agar dosa-dosanya diampuni oleh Allah. Namun Rosulullah tidak langsung menghukumnya, karena tidak punya saksi. Selain itu tidak boleh merajam wanita yang sedang hamil, begitu juga haram hukumnya menikahi perempuan yang sedang hamil. Akhirnya Rosulullah mempersilahkan wanita itu untuk menunggu sampai kelahiran anaknya. Ketika anaknya lahir, wanita ini datang lagi ke Rosulullah, Rasulullah mempersilahkan wanita itu untuk menyusui anaknya sampai 2 tahun. Setelah itu datanglah lagi wanita ini ke Rasulullah untuk dirajam. Setelah itu barulah Rasulullah merajamnya sampai meninggal.
Setelah itu Rasulullah mensholatkan wanita itu. Padahal orang yang meninggal karena berzina haram hukumnya untuk di sholatkan, begitu juga orang yang bughot (menghianat) Negara. Rasulullah sempat diingatkan oleh Abu Bakar. Maka Rasulullah berkata:
“Wanita ini datang kepada Allah dengan taubat, jika kau ambil 70 orang madinah yang beriman dan kamu bandingkan dengan keimanan wanita ini, niscaya keimanan wanita ini jauh lebih berat dari pada 70 orang madinah yang beriman”

Allah Menyukai Orang-orang Yang Bertaubat
Anas bin Malik Al-Ansari r.a Allah’s Messenger SAW said: “Verily, Allah is more delighted with the repentance of His slave than a person who lost his camel in a desert land and than finds it (unexpectedly)” (Al-Bukhari and Muslim)
In another version of Muslim, he said: “Verely, Allah is more pleased with the repentance of His slave than a person who has his camel in waterless desert carrying his provision of food and drink and it is lost. He, having lost his camel; when all of sudden he find that camel standing before him.
Inilah cara-cara taubat yang telah digariskan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Siapapun yang ingin bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat, sudah selayaknya ia membaca risalah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar